Featured Posts

|

Siswa Melakukan Pemalakan,Pihak Sekolah Seakan Tutup Mata




Pemalang POSBEN -  Kasus pemalakan di kalangan siswa dan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) beredar lagi ,bahkan musibah ini menimpa seorang siswi yang menjadi korban pemalakan tidak berani masuk sekolah karena ketakutan. Informasi yang berhasil dihimpun Posben menyebutkan, beberapa siswa SMP Negeri 2 belik  memalak   salah satu siswi kls 7E ,sebut saja putri dari bapak Nanang Arifin warga dk sodong   desa sikasur kecamatan belik kabupaten pemalang . Hampir setiap hari dari nilai rupiah  100rb sampai dengan 150rb dan membesar dengan jumlah Rp 1.850.000 di palak teman siswanya dan kejadian tersebut  di kelas sekolah SMP Negeri 2 Belik , sehingga  orang tua korban mengadu ke sekolah ,tapi pihak kepala sekolah  Mulyadi tidak bisa di temui,

Dalam menanggapi  hal ini nanang aripin langsung melaporkan tindakan siswa tersebut ke polsek belik ,dia beranggapan pihak sekolah tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan secara kekeluargaan seakan tutup mata , dan saat datang kesekolah  sempat tejadi ketegangan dengan pihak sekolah karena tanggapan dari oknum guru  yang kebetulan tetangga dari nanang aripin”  hal itu sudah sering tejadi “dan pihak sekolah tidak mengurusi satu orang murid saja ,melainkan 800 siswa..!ungkap oknum guru tesebut.yang notabenya tetangga dari nanang aripin.
Hingga saat ini pihak kepala sekolah tidak bisa di temui oleh awak media ,hanya wali kelas 7E bapak makrus yang menemui saat di konfirmasi dan menurut beliau pihaknya akan memanggil  orang tua siswa pelaku ,hingga berita ini di buat  belum ada penyelesaian dari pihak sekolah. Dugaan terjadinya pembiaran tampak nyata dengan kejadian di kelas sekolahan tersebut, dan sampai saat ini  belum ada tindakan dari pihak sekolah .

Menurut penulis,staff pengajar pada IKIP Saraswati

Hal menarik untuk dikaji bersama dari kasus tersebut adalah, sejauh itukah kemerosotan moral (akhlak) telah melanda para siswa atau kejadian itu hanya kasuistis sifatnya, yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja, dan tidak perlu dipersoalkan? Memang dunia kini sedang dilanda perubahan yang pesat akibat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sasarannya meliputi tata nilai, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, interaksi sosial, dan lain-lain.

Dalam merespons perubahan sosiobudaya dengan fenomena peradaban yang cenderung mendunia dan derasnya desakan arus globalisasi, sekolah sebagai institusi yang bertugas membangun dan membentuk kepribadian siswa harus adaptif dan responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya. Jika tidak, anak didik akan mudah terjerumus dalam perilaku menyimpang terutama pada siswa SMA, sebab menurut Ahmadi (1991) anak pada usia ini sedang berada pada masa pubertas dengan ciri-ciri anak tidak hanya bersifat reaktif akan tetapi sudah mulai aktif dalam rangka menemukan diri (akunya).

Dalam kondisi yang labil, anak akan mudah terjerumus dalam berbagai perilaku menyimpang, bahkan amat rentan diprovokasi untuk melakukan perbuatan yang lebih mengandalkan kekuatan fisik ketimbang akal sehat. Dalam kehidupan kemasyarakatan, anak pada usia ini sangat mudah mengartikulasikan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu, guru di sekolah selain bertugas memberikan pengetahuan akademik kepada para siswa, membina sikap dan kepribadian mereka, juga merupakan tugas yang tidak bisa diabaikan. Sebab, penjejalan berbagai teori akademik tanpa diimbangi dengan penanaman nilai-nilai moral, etika, budi pekerti, dan agama terhadap peserta didik, hanya akan melahirkan sifat-sifat intelektual otoritarian yang cenderung ortodok.

Hal demikian akan menjadi sebuah dialektika dalam sistem pendidikan nasional yang menjadikan Pancasila sebagai abstraksi nilai tertinggi yang harus dihormati dan ditaati. Di dalamnya berisi batas-batas moral, etika, dan sopan santun, yang menjadi faktor determinan dalam proses pendidikan di Indonesia.

Dengan demikian, baik guru di sekolah maupun orangtua siswa di rumah harus bersama-sama memperhatikan proses perkembangan pendidikan atau kepribadian anak, dan tidak saling melempar tanggung jawab. Tugas guru memang berat, di samping mengajar juga harus mendidik. Di tengah-tengah kuatnya tuntutan terhadap profesionalisme guru untuk memajukan dan meningkatkan kualitas lulusan pendidikan, di Denpasar justru muncul sifat premanisme yang dilakukan dua orang siswa di Denpasar baru-baru ini, yakni melakukan pemerasan (pemalakan) terhadap seorang siswa dari sekolah lainnya. Kasus demikian telah menimbulkan kecemasan sosial, baik bagi lingkungan sekolah maupun masyarakat secara luas. Sebab, menurut Hary H.Gunawan (2000), ekses dari perilaku siswa semacam itu dapat menimbulkan gap generation dalam arti anak-anak yang diharapkan sebagai kader penerus atau pemimpin bangsa (revitalising agent) malah tergelincir ke dalam lumpur kehinaan, bagaikan kuncup bunga yang gugur sebelum mekar menyerbakkan bau wangi. 

Premanisme Siswa

Perilaku memalak yang dilakukan siswa itu, hanya salah satu bentuk sikap premanisme siswa yang muncul ke permukaan, mungkin di beberapa sekolah lain banyak sikap premanisme semacam itu yang barangkali dipandang sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja. Guru, orangtua, dan pemerintah seharusnya tidak boleh bersikap apatis dan permisif terhadap gejala sosial yang melanda kalangan siswa tersebut. Sebab, jika toleransi terhadap perilaku semacam itu dikondisikan, lambat laun sekolah tidak lagi dipandang sebagai pusat kebudayaan yang mampu melahirkan manusia-manusia intelek yang bermoral dan bermartabat tinggi, akan tetapi sebagai tempat ''mencetak preman'' yang dalam hidupnya menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi keinginannya.
Terhadap kasus tersebut, siapa yang seharusnya paling betanggung jawab? Tanpa bermaksud mencari siapa yang  bersalah dalam kasus itu, dan untuk mencari solusinya mungkin ada baiknya jika mengacu pada pandangan Merton yang menyatakan bahwa manusia dibentuk oleh struktur sosial di mana mereka hidup. Inti dari pandangan Merton adalah masalah sentral dalam struktur sosial meliputi pilihan-pilihan di antara alternatif-alternatif secara sosial. Artinya, dalam melakukan tindakannya orang memiliki beberapa pilihan, akan tetapi alternatif ini secara sosial akan dimantapkan oleh tuntutan-tuntutan normatif. Dengan demikian, dalam pandangan tersebut para aktor memiliki kebebasan yang luas untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan (Poloma, 1984:45).
Jika mengacu pada hal tersebut dan bila dihubungkan dengan perilaku siswa pemalak sebab, mereka (pemalak-red) sudah tidak melihat lagi ada batas-batas moral, norma, dan nilai-nilai yang membatasi tindakan mereka dalam upaya memenuhi keinginannya. Memang menurut Merton para aktor memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan, tetapi Merton juga menegaskan bahwa dalam menentukan pilihannya secara sosial harus dimantapkan oleh tuntutan-tuntutan normatif. Artinya, Merton pun mengakui bahwa masih ada batas-batas moral, nilai, dan norma yang harus diperhatikan oleh para aktor dalam menentukan pilihannya, dalam arti tidak sebebas-bebasnya.

Pandangannya ini dijadikan acuan dalam mengantisipasi kemungkinan meluasnya kasus premanisme di kalangan para siswa. Sebab, bagimana pun majunya perkembangan kebudayaan masyarakat akibat ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai kesusilaan, sopan santun, dan nilai-nilai moral hendaknya tetap dijadikan pilar dalam membangun karakteristik dan kepribadian para peserta didik. Jika  tidak, ketinggian ilmu pengetahuan yang dimiliki para siswa tidak akan berarti apa-apa. Betapapun beratnya tugas memanusiakan manusia, semua itu harus dilakukan para guru dengan hati yang tulus. Sebab, guru sebagai pencetak kader-kader bangsa merupakan suatu profesionalisme yang memerlukan dedikasi tinggi, meski penghargaan permerintah terhadap mereka (guru-red) belum sebanding dengan tugas yang dibebankan di pundak para pahlawan tanpa tanda jasa tersebut.
Jadi, dalam menjalani kehidupan di dunia fana ini, siswa, guru, atau siapa pun harus tetap menjadikan moral, etika, dan sopan santun sebagai batas-batas dalam berperilaku. (Tim posben)



Waktu | 09.47 , , , , , . .
Kirim Komentar Anda:
Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel Berita yang ditayangkan.Pihak posberitanasional.com tidak bertanggung jawab isi komentar,sepenuhnya isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim.

Pembaca dapat melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau sara.Pihak posberitanasional.com akan menimbang setiap laporan yang masuk dan dapat menghapusnya atau tetap menayangkan komentar tersebut.

0 komentar tentang Berita "Siswa Melakukan Pemalakan,Pihak Sekolah Seakan Tutup Mata"

Silahkan tulis komentar anda dibawah ini