Maraknya Galian C,DiDugaTanpa Izin
Data yang didapat Wartawan Posben di lapangan, saat ini terdapat puluhan lokasi galian C yang beroperasi yang diduga tanpa izin (IUP) Mineral non logam dan batuan. Lokasi galian C itu, tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Tanjab barat, seperti di Kecamatan batang Asam dan Betara, Akibatnya, ratusan juta rupiah uang retribusi yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), menguap begitu saja tanpa ada yang mempersoalkannya.
”Pemerintah sama saja melakukan pembiaran,”
Sementara Kabid Pertambangan ESDM Provinsi Jambi KAMAL saat di hubungi via hendpon,pihaknya membenarkan bahwa untuk di wilayah kabupaten provinsi Jambi,masih banyak para pemilik galian C /kuari yang belum mengantongi izin yang resmi,termasuk di wilayah Kabupaten Tanjabbar.”saya selaku Kabid Pertambangan di Dinas ESDM saya tidak mengawasi pertambangan atau Galian C yang tidak memiliki izin,saya hanya mengawasi yang memiliki izin.ungkap kamal''.
Ketua LSM Angkasa Idham Chalid menegaskan,Padahal, sudah ada aturan yang jelas yang mengatur masalah galian C tersebut, baik untuk analisis dampak lingkungan, maupun besaran retribusi yang harus dibayarkan oleh penambang, dari setiap kubik bahan galian yang mereka kerok dari dalam perut bumi. ”Ini benar-benar aneh. Padahal sudah ada aturan yang mengatur masalah ini, namun tidak dijalankan,” katanya. Chalid mengaku, dalam waktu dekat ini akan segera melaporkan masalah galian C ini kepada pihak yang berwajib.Ungkapnya kamis (16/6/2016 ).
Lebih lanjut.”Seharusnya, setiap kubik hasil galian yang dihasilkan oleh penambang, 13 persen hingga 25 persen harus masuk ke PAD. Sedangkan satu lokasi saja, satu hari menghasilkan ratusan kubik hasil galian. ”Satu alat berat saja, satu hari bisa mengerok ratusan kubik. Sedangkan yang menggunakan alat berat tidak kurang dari 2 unit.1 lokasi Galian C Kalau saya hitung, setiap harinya ratusan juta retribusi yang tidak dibayar ke pemerintah,” tegasnya.
Belum lagi masalah dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat galian C tersebut, seperti rusaknya jalan, tebing yang rawan terjadi longsor, pencemaran air sungai, serta ancaman lain yang bisa membahayakan masyarakat secara umum.
”Rusaknya jalan disebabkan karena dilewati mobil bertonase tinggi yang mengangkut tanah urug dan batu letriek setiap harinya,” ungkap Chalid. (yogi)